Mengikuti
perkembangan keperawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan mendasar
dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya upaya mencapai tujuan asuhan medis,
kini perawat menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai
tujuan asuhan keperawatan. Perawat harus diberi kesempatan untuk mengambil
keputusan secara mandiri didukung oleh pengetahuan dan pengalaman kerja
dibidang keperawatan (Lokakarya Nasional Keperawatan I, 1983). Hal ini
diperkuat dengan keluarnya UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, UU No.2/1989
tentang system pendidikan nasional serta surat keputusan menteri kesehatan no.
647/2000 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukukannya sebagai
profesi di Indonesia. Khususnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan yaitu
kegiatan professional yang dinamis membutuhkan kreativitas dan berlaku rentan dalam kehidupan dan keadaan, dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit dalam menghadapi berbagai macam keluhan maupun penyakit
pasien yang beranekaragam yang menuntut ketelitian dan pengalaman perawat dalam
melakukan pengkajian sebagai tahapan awal dalam asuhan keperawatan (Taylor,1997)
Salah satu
proses yang membutuhkan ketelitian dan pengalaman adalah peemriksaan neurologis,
yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang sangat spesifik. Walaupun
pemeriksaan neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun
hal ini penting diketahui oleh orang yang melakukan pemeriksaan, sehingga mampu
untuk melakukan pemeriksaan neurologik dengan teliti dengan melihat riwayat
penyakit, keadaan-keadaan fisik dan tingkat kesadaran (Smeltzer, 2002)
Tingkat
kesadaran dapat dinilai melalui Glaslow Skala Coma (GCS). Penilaian GCS yaitu
suatu skala pengukur untuk menentukan derajat penurunan kesadaran seseorang.
GCS memberikan tiga bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsive pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami gangguan system persyarafan.
Evaluasi ini tidak dapat digunakan dalam pengkajian neurologik yang lebih
dalam, cukup hanya mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respons membuka
mata. Elemen-elemen ini selanjutnya dibagi menjadi tingkat-tingkat yang
berbeda, dan respons-respons yang baik yang ditunjukkan pasien terhadap
stimulus yang ditentukan sebelumnya. Masing-masing respons diberikan sebuah
angka (tinggi untuk normal dan rendah untuk gangguan), dan penjumlahan dari
gambaran ini memberikan indikasi beratnya keadaan koma dan sebuah prediksi
kemungkinan yang terjadi dari hasil yang ada. Nilai terendah adalah 3 (respons
paling sedikit ) dan nilai tertinggi adalah 15 (paling berespons). Nilai 7 atau
dibawah 7 umumnya dikatakan koma dan
membutuhkan intervensi keperawatan bagi pasien koma tersebut.
Untuk
memberikan intervesi keperawatan yang cepat, tepat dan akurat dibutuhkan
kemampuan perawat dalam menilai GCS. Kemampuan perawat yang meliputi
pengetahuan, ketrampilan dan aptitude (Stancope,1996). Pengetahuan perawat
melalui tingkat pendidikan yang diperoleh dan ketrampilan yang diperoleh dari
lamanya ia bekerja atau pengalaman kerja perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan di rumah sakit.
Penelitian
tentang GCS telah banyak dilakukan. Namun penelitian tersebut lebih banyak
berfokus pada masalah yang berkaitan dengan tindakan/asuhan medik. Misalnya
menyimpulkan pasien dengan pendarahan intracerebral pada pemeriksaan neurologi
didapatkan skala GCS 13-15 sebanyak 67% sebagai salah satu alat untuk menunjang
diagnostik klinik perdarahan intrakranial. Hal ini mungkin terjadi karena
penelitian mengenai penilaian GCS lebih banyak dilakukan oleh dokter saja. Pada
kenyataannya penilaian GCS sebagai salah satu pemeriksaan neurologis perlu juga
dilakukan oleh perawat untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat
karena perawat sebagai orang pertama yang menerima pasien kemudian melakukan
pengkajian dan pemeriksaan pada pasien terutama pada pasien dengan gangguan
sistem persyarafan atau pasien yang mengalami gangguan kesadaran akibat
penyakit sistemik; juga karena perawat
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan pasien, sehingga observasi
perawat sangat penting dalam menilai perubahan status neuorologis yang terjadi.
Memastikan pasien stabil, memburuk atau membaik akan menentukan arah
pengelolaan pasien. Agar konsisten dalam membandingkan dipakailah format
standar seperti GCS.
Berdasarkan
pengalaman, pengamatan peneliti terhadap teman seprofesi perawat di RS.Stella
Maris Makassar, dari 6 orang perawat yang ditanyakan mengenai penilaian GCS, 5
orang diantaranya tidak dapat memberikan penilaian GCS secara cepat, tepat dan
akurat. Dalam mengisi format pengkajian pasien terutama pengkajian khusus, beberapa
perawat mengosongkan tabel pada tahap penilaian GCS.
Jangan sampai
terjadi ada pasien yang meninggal disebabkan karena perawat tidak tahu menilai
GCS sehingga intervensi yang diberikan tidak tepat. Oleh karena itu penilaian
kesadaran memakai GCS merupakan keharusan untuk dikuasai oleh setiap perawat (yayasan
ambulans gawat darurat 118).
Namun
kenyataan dari pengamatan penulis di RS.Stella Maris Makassar, perawat lulusan
SPK yang memiliki pengalaman kerja lebih dari 5 tahun tidak dapat memberikan
penilaian GCS dengan tepat. Pada perawat lulusan D3 dengan pengalaman
kerja lebih dari 2 tahun ada yang tidak dapat memberikan penilaian GCS dengan tepat,
dari 3 orang yang ditanya, hanya 1 orang yang bisa menilai GCS dengan
benar. Dan pada perawat lulusan D3
dengan pengalaman kerja kurang dari 2
tahun juga ada yang tidak dapat memberikan penilaian GCS dengan tepat.
Download contoh skripsi gawat darurat
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4